THE BACKSTAGE
there's so much going on
unspoken in the back
of the mind

December 27, 2017

Belajar hidup

Tahun ini saya mendapat banyak sekali berkat. Mulai dari saya akhirya resmi menjadi seorang dokter, dilamar dan menikah dengan pria yang sudah jadi pacar saya selama 6 tahun, Ibu saya berhasil melewati masa 5 years survival dari breast cancer dengan sehat dan selamat, saya diterima di 5 universitas di 4 negara dengan program studi yang saya idamkan sejak lama, tinggal di luar negri sebagai seorang mahasiswa dan juga istri, dan masiiiiiih banyak hal baik, hal buruk dan hal terburuk lainnya yang membuat saya semakin belajar untuk bersyukur.

Sebagai bentuk ucapan syukur, salah satu nazar saya adalah dengan menulis gimana cara saya bisa dapat LOA (Letter of acceptance) atau surat sakti masuk perguruan tinggi luar negri. Tapi nggak sekarang ya hehe. Sekarang saya mau curhat dulu.

Hari ini tepat 3 bulan saya dan suami tinggal di Heidelberg, Germany. Banyaaak banget yang pingin diceritain tapi selalu lupa mau nulis atau nggak keselip sama kegiatan lain terus ujung2nya nggak inget deh kalo mau nulis. Kalau mau dibilang ga berasa sih ya ga gitu juga. Berasa kok kuliah 8 jam setiap hari senin sampe jumat-nya. Berasa juga ujian setiap bulan-nya (beneran ini nggak pake lebay, saya ujian tiap bulan macem dek koas lagi). Tapi masih belum paripurna juga sih, banyak yang belum dialamin disini. Contohnya ya itu...belum wisuda dan belum diberi keturunan hehe. Berikut beberapa hal yang baru bisa saya share saat ini. Semoga berguna :)


STUDI

Percaya deh. Jangan pingin studi di luar negri cuma karena pingin "kelihatan" keren di Instagram. Bisa jalan-jalan keliling Europe pake jaket tebel dan boots. Inget ya: sekolah disini susah. Dari mulai dapet LOA aja udah kerasa susahnya. Saingan dengan banyak orang keren dari seluruh penjuru dunia. Begitu masuk disini, bedaaaaaaa banget pokoknya. Contohnya yang saya alami, saya seangkatan cuma 21 orang. Model kelas kami kaya kelas bimbel gitu deh. Meja ditata letter U dan setiap kelas selalu model pembelajarannya interaktif. Jadi ga ada tuh yang kaya di Indonesia dosennya ngomong 1 arah terus mahasiswa cuma mangguk-mangguk biarpun ngerti atau nggak hehe. Disini kelas modelnya diskusi, semua slide cuma poin-poin aja yang dipaparin, terus penjelasannya? Ya dari diskusi itu. Jadi kelihatan deh siapa yang beneran paham dan siapa yang cuma bisa bengong.
Terus ya, disini tu kerasaaaa banget kalau di Indonesia dapat nilai bagus itu gampang. Gampang pake banget. Cuma belajar bank soal/IR aja tau-tau lulus dapet nilai bagus hahaha. Tapi kalau disini, ujiannya bukan soal hafalan. Tapi lebih buat menguji seberapa paham kita sama konsepnya. Jadi sekali ga paham konsep, hahaha ya udah bye! Jadi kalau mau kuliah di luar negri cuma karena pingin "kelihatan" keren, udah mending batal aja. Beneran butuh niat yang gede supaya selalu kuat menjalani hari-hari yang beneran keren disini.

Terus nilai ujian itu cuma saya sendiri, program manager sama Tuhan yang tahu karena nilainya dimasukin ke amplop dan ditaruh di loker masing-masing. Ya kecuali kalau ada teman yang tanya berapa nilai saya ya mereka jadi tahu juga deh hehe. Tapi metode ini bagus banget menurut saya. Beda sama waktu saya S1 dulu, nilai ujian dipampang di papan jadi semua warga kampus mau mahasiswa, dosen, gebetan, CS, satpam atau bahkan orang tua murid lain yang lewat pun bisa lihat nilai kita. Walhasil kalau dapet nilai jelek malunya pasti susah banget disembunyiin.

Universitas Heidelberg ini yaampun banget deh. Meskipun tahun ini dapet ranking 45 sedunia sebagai universitas terbaik, tapi dosen-dosennya selaluuu aja bilang kalau mereka masih kalah sama universitas lain dan makanya selalu berusaha ngasih support yang terbaik buat mahasiswa dan sangat membantu mahasiswanya buat publikasi internasional yang mereka nilai masih kurang banyak. Saya bersyukur banget milih kuliah di tempat ini, nggak ada yang namanya cukup, selaluuu ada yang harus digali dan dikembangkan lebih baik. Di bulan ketiga studi kami, kami sudah dipaksa buat punya topik thesis dan milih 1 supervisor yang nantinya cuma akan membimbing 1 mahasiswa. Jadi beneran paripurna gitu deh bimbingannya. Saya sendiri sangat beruntung dapat 1 pembimbing yang super baik bak malaikat dan super ahli di bidang yang saya inginkan serta punya banyaaak sekali publikasi internasional di bidang tersebut. Jadi ini juga keuntungan lain sekolah di luar negri, perluas jejaring dan kesempatan :)

Oh ya ada lagi, jadi sekelas saya yang cuma 21 orang itu, cuma 1 orang teman saya yang orang German asli. Sisanya? Ya dari mana-mana. Ada yang dari India, Bhutan, Nepal, Iraq, Syria, Canada, Brazil, Peru, Mexico, Yaman, Nigeria, Ethiopia, Ghana, Lesotho, Cameroon, Equador, Italia, dan US. Jadi nggak cuma belajar materi kuliah, tapi kami juga belajar hidup ditengah perbedaan budaya, latar belakang pendidikan, agama, pandangan hidup, jadi kami  belajar hingga bener-bener paham yang namanya menghargai satu sama lain.


HIDUP

Kami sebulan habis kurang lebih 800 Euro sebulan. Buat hidup berdua lho itu. Murah kan? Itu udah termasuk biaya apartment, listrik, air, penghangat ruangan, makan (kurang lebih 10 Euro per minggu), asuransi, transportasi, pulsa dan internet. Bisa masak sepuasnya dan makan enak sampe internetan lancar unlimited pokoknya.
Matahari mulai nampak jam 8 pagi dan akan beneran tenggelam hingga gelap total jam 5 sore. Disini cuacanya lagi mengerikan. Pernah nih suatu pagi di bulan Desember hangaaat banget dan ada sinar matahari. Sampe saya lepas jaket tebel saya pas lagi perjalanan ke kelas. Tau-tau siang jam 12 turun salju. Gitu deh. Kemana-mana harus bawa jaket tebel (paling nggak sampe akhir Januari nanti) dan payung.
Terus apa ya... ah ya. Ga kaya di Indonesia, disini banyak orang bepergian naik sepeda, mau dia mahasiswa kek atau profesor sekalipun ya naik sepeda. Nggak ada yang ngejek atau ngrasani si prof miskin tuh hehe. Kalau saya sendiri sih masih nggak berani naik sepeda ke sekolah. Arusnya kenceeeng, mereka naik sepeda tapi pake kecepatan mobil yang jalan 40 km/jam. Saya ga mampu ngikutinnya huhu.. jadi ya setiap hari ke kampus atau kemanapun naik bis. Untungnya di Germany ada semester ticket jadi dengan biaya 165 Euro bisa dapat akses naik turun bis kota, tram, dan S bahn bebas bahkan sampe ke Mannheim (kota sebelah) selama 6 bulan. Ngirit!

MAKAN

Entah kenapa yang satu ini susyahhhh byanget buat diajak adaptasi. Sampai dengan detik ini perut saya cuma doyan sama nasi. Belum makan rasanya kalau belum makan nasi. Susah pokoke diajak makan kentang sama salad aja kaya German pada umumnya. Siapa bilang sosis dan keju sini enak? Mereka bohong :( Yah semoga ini cuma karena belum kebiasa aja ya.

BAHASA

Saya dan suami sama sekali nggak bisa ngomong bahasa sini lho. Suami saya nihil. Saya masih ngerti yang dasar-dasar kaya buat transaksi gitu karena untungnya dapet kelas bahasa sebelum mulai kuliah. Tapi untungnya kami bisa hidup dan utuh ya :') hehe.. tenang. Kami lagi proses kursus bahasa lagi kok biar "agak" nJermani hahaha.

-------
Ya, masih banyak hal tentang Germany yang belum saya ketahui dan lihat. Saya masih dalam tahap "meraba dan merangkak" mencoba memahami cara kerja dari semua hal baru yang saya temui sambil berusaha untuk tetap enjoy the moment, tapi sampai detik ini Puji Tuhan sih masih jatuh cinta dengan Germany. Just wish me luck!

Dan untuk semua rekan-rekan seperjuangan... selalu nikmati dan syukuri adalah kunci saya sabar. Semangat berproses!

August 19, 2017

A week before

So here I am, a week before the day that I've looked up to for the last 6 years having a relationship with a (not so) boy named Johan. I never feel like this before. Obviously nervous yet tremendously happy for the same time. Once in my lifetime, I will walk to the aisle and make a vow to God as follow as "I, take you, for my lawful husband, I promise to be faithful to you in good times and in bad, in sickness and in health, to love you and to honor you all the days of my life."

I would hate to belittle the joy that the future holds by labeling this single day as “the very happiest.”
The flowers, the gifts and the sparkly dresses are wonderful and exciting things, but those aren’t the things that should be bringing me happiness. The reason for my joy should be the one I'm exchanging rings with.

I hope that when my wedding day comes I will get to wear my dream dress, listen to my best friends give toasts that make me cry and dance with my dads to some cheesy father-daughter love song. I hope I will feel love in ways I’ve never experienced before, and that nothing but happiness will fill my spirit that day, but most of all I hope that happiness is one that doesn’t go away as I ride off into my happily ever after.

February 27, 2017

Belajar IELTS Versi Saya

Halo. Sudah lama sekali sejak tulisan saya yang terakhir di laman ini.
Well.. tulisan ini dibuat untuk memenuhi janji saya kalau saya bisa dapat skor IELTS yang saya butuhkan dalam sekali ujian. Cerita dibawah ini adalah strategi saya, sesuai dengan metode belajar saya sehari-hari. Jadi, jika ingin menerapkan metode saya, akan lebih baik jika disesuaikan juga dengan metode belajar masing-masing ya.

Apa itu IELTS?
International English Language Testing System disingkat IELTS adalah uji coba kemampuan berbahasa Inggris yang diselenggarakan bersama oleh Universitas Cambridge, British Council dan IDP Education Australia. IELTS sendiri digolongkan dalam dua macam modul ujian yaitu Modul Umum dan Modul Akademis (Sumber: Wikipedia). Pengalaman yang saya tulis ini uji modul akademis.

Apa bedanya IELTS dan TOEFL?
Berapa biaya tes IELTS?
Kapan jadwal tes IELTS dan dimana aja ujiannya dilaksanakan?
Untuk yang ini silakan googling sendiri ya.

Ih pelit...
Nggak pelit koook. Saya udah nggak sabar pingin ngetik cerita pengalaman saya nih hehehe.
__________________________________________________________________

Jadi gini awal mula ceritanya.
Sekolah di luar negeri adalah cita-cita saya sejak kecil.. tapi saya baru sadar pas semester akhir-akhir (tahun 2015-an) kalau bisa nulis dan ngomong bahasa inggris aja nggak cukup. Butuh bukti yang menunjukkan kalau kita bener-bener mampu berbahasa inggris. Dengan apa? Ya dengan selembar result test IELTS atau TOEFL. Maka, sejak itulah saya keliling kota bersama pacar (yang syukurnya.. punya visi misi seirama) mencari tempat kursus IELTS untuk memantapkan kemampuan kami. Perlu diingat bahwa tes ini harganya luar biasa mahal, jauh lebih mahal dibandingkan dengan TOEFL. Sementara, rumornya untuk menaikkan band 0.5 saja membutuhkan waktu belajar minimal 200 jam! Wow.
Jadi, alangkah lebih baik jika sebelum ujian sudah mantap dan percaya dengan kemampuan diri. Lalu kenapa kami mengambil IELTS dan bukan TOEFL? Karena sepengamatan kami IELTS secara lebih universal digunakan sebagai entry requirement, bukan lagi TOEFL.

Akhirnya setelah bertahun-tahun berusaha mencari waktu luang, kami ikut prediction test IELTS di IELC. Beneran deh.. tes ini menegangkan banget. Gimana enggak, kalau skornya ga nyampe 6 gabisa ikut paket kursus yang cuma berapa puluh jam itu.. harus ambil yang 300an jam. Sebenernya paket yang lama ini lebih murah, tapi membayangkan harus bolak-balik kursus di tengah kesibukan jadi dek koas yang jadwal jaga malamnya ga menentu aja udah bikin puyeng. Puji Syukur.. skor prediksi kami memungkinkan untuk ikut paket kursus singkat yang kami mau.

Listening
Ini adalah tonggak terdepan saya. Kemampuan yang saya paling kuasai dan saya kembangkan supaya bisa membantu menaikkan overall score. Wajar jika pertama kali teman-teman bingung saat mendengar rekaman listening IELTS. Aksen yang mereka gunakan bervariasi, mulai dari British yang super kental a la Hermione Granger yang lagi kumur-kumur, Australian yang menurut saya lebih sulit dibanding British, dan American.
Cara belajar saya selain ambil kursus adalah dengan mendengarkan lagu English yang saya belum pernah dengar sebelumnya dan mencoba mengerti apa lirik lagu tersebut. Juga dengan cara menonton film tanpa baca subtitle. Saat ujian, listening lah yang akan diujikan di awal. Gunakan kesempatan ini untuk memusatkan seluruh konsentrasi saat mendengarkan rekaman ya. Saat latihan saya jadi sadar bahwa dengan memahami seluruh cerita dalam rekaman lalu membuat note di lembar soal, dan bukan hanya berusaha mencari jawaban soalnya, terbukti lebih berhasil menaikkan band. 

Reading
Fokus! Itulah kunci meraih band tinggi. Selain itu, hobi membaca sehari-hari dan wawasan yang luas juga membantu menjawab soal. Percaya deh, kalau merasa sudah pernah membaca bacaan dengan topik yang dikuasai pasti akan terasa lebih mudah dalam menjawab soal, dibandingkan dengan apabila ide cerita tersebut baru pertama kali dibaca.
Cara saya gini:
Lihat perintah soal - garis bawahi kata kunci di setiap soal pada part tersebut - skimming paragraf bacaan - garis bawahi nama, tahun, angka dan kata-kata penting yang bisa jadi jawaban soal - scanning - kalau ada paragraf yang susah biasanya saya whole reading.
Perlu diingat! Jawaban pasti ada di soal bacaan. Jangan ngarang. Ingat selalu perintah, diminta 1, 2 atau 3 kata ya dikasih aja yang diminta, jangan dikurangi maupun ditambah. Terakhir, just copy and paste the word(s)!

Writing
Harus latihan, latihan dan latihan. Keuntungan ikut les ya ini, kita bisa latihan dan dinilai secara langsung oleh guru-guru yang kompeten sebagai penilai IELTS tetapi lebih memilih menjadi guru dibandingkan penguji (mereka harus memilih salah satu: mengajar atau menguji). Jadi, kami bisa tau sudah seberapa sih kemampuan kami menulis dan bagaimana cara meningkatkan skor kami dengan mengasah kemampuan dan menghilangkan kelemahan kami masing-masing. Gimana caranya bikin jembatan bagus antar kalimat, gimana cara menonjolkan maksud tulisan kita. Serius deh, ikut kursus bikin kami sadar kalau selama ini gaya penulisan academic english kami ga oke.

Speaking
Kalau teman-teman malu atau nggak ada teman buat latihan, saya rekomendasiin juga untuk ikut kursus. Karena yang paling penting dari bagian ini adalah fluency alias kelancaran berbicara. Nggak boleh ada umm....ah....well... Bahkan kalau lagi mikir jawaban aja harus dijawab dengan apik seperti "I'm not sure how to answer your question because it is not my topic of interest" yang bisa menambah nilai plus hahaha. Speaking IELTS bukan uji pengetahuan. Jadi, apapun jawabannya mau itu nyambung atau nggak nyambung, yang penting lancar dan nggak ada blocking atau remming. Teman-teman bisa lihat video gratis di youtube yang banyak sekali itu. Bisa dilihat bahwa nggak semua jawaban masuk akal, tapi mereka berbicara dengan lancar, jadilah mereka mendapat band tinggi.

Dan yang paling penting...
Berdoa, tidur nyenyak malam sebelum ujian, sarapan bergizi, minta restu Ibu dan Bapak.
Remember that the IELTS test is just one step towards fulfilling your goals and that you are already on your way to achieving your dreams.
Selamat meraih mimpi :)

Empathy