Sabtu,
11 Februari 2011
Pagi
ini bapak mengajak ke TW. Sebagai seorang anak yang resmi menjadi pengangguran
selama kurang lebih 2 bulan ini, tawaran jalan-jalan mutlak anti tolak.
Setelah
cari sarapan, kami keliling-keliling melihat villa yang tersebar disini. Dengan
diiringi doa semoga suatu hari bisa punya salah satu di antaranya. Hehehe amin.
Nah
di tengah pencarian kami, kami melewati seorang bapak yang umurnya masih
sekitar bapakku. Rasa iba muncul ketika mata ini turun melihat ekstremitas atas
nya yang cacat karena di amputasi.
Bapak
dan ibu turun dari mobil untuk bertanya-tanya mengenai villa dan tanah yang
dijual. Aku tetap pada posisiku nyamanku sambil mencuri-curi pembicaraan
mereka.
Nama
bapak itu Giyatno. 6 tahun yang lalu saat Pak Giyatno masih sehat, ia bekerja
sebagai seorang buruh bangunan. Pekerjaan tersebut membawa musibah kecelakaan
saat beliau bekerja. Tubuhnya tersetrum listrik akibat batangan besi yang
sedang ia pikul menyentuh kabel listrik yang rusak. Untungnya beliau selamat
dari musibah itu, hanya saja kedua tangannya harus di amputasi karena kalau
tidak infeksi pada tangannya akan menjalar ke organ dalam tubuh.
Setelah
peristiwa tersebut, Pak Giyatno tetap tidak mau menyerah dengan kondisi fisik
seperti itu. Sebagai anak sulung ia bertekad akan menjadi teladan yang baik
bagi adik-adiknya. Maka beliau mengurus villa peninggalan orangtuanya, dan
menawarkan villa tersebut kepada setiap orang yang melewati gang masuk villa
tersebut.
Mendengar
penuturan Pak Giyatno, tanpa sadar pipiku basah. Butir-butir air itu jatuh
lagi.
Ah..
Pak Giyatno. Betapa tidak adilnya dunia ini. Aku yang diberi tubuh normal ini
saja tidak mau bersyukur dan berusaha dengan segala bekal yang sudah Ia berikan
padaku. Terimakasih atas ketulusan dan teladanmu pak. Aduhhh jadi semangat
kuliah ya tih :)) ayo ayo!!!
No comments:
Post a Comment